Bacaan Hari ini:
Dan. 3:25,34-43
Mat.18:21-35
“Kemudian datanglah Petrus dan berkata kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jik ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” “Bukan,...melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali”.
Matius 18:21-22
Saudara-saudari terkasih,
Apa yang ditanyakan si calon baptis itu berbanding lurus dengan dengan pertanyaan santo Petrus, yang akhirnya ditetapkan oleh Tuhan Yesus sebagai gembala yang utama. Dalam refleksinya santo Matius menempatkan pertanyaan ini pada mulut seorang gembal agung yang bertanya kepada Sang Guru: apakah saya sudah cukup menaati apa yang diajarkan para nabi sebelumnya kalau saya mengampuni saudara yang berdosa sebanyak tujuh kali? Tuhan Yesus memberikan jawaban kepada Petrus, FirmanNya: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” Secara matematis itu setara dengan 490 kali, betul? Itu banyak sekali. Apa bisa? Harus bisa, sebab itulah yang dikehendaki oleh Bapa yang di sorga, yang Maharahim dan Mahapengampun. Mengampuni itu harus, bukan pilihan.
Saudara-saudari terkasih,
Tuhan Yesus kemudian memberikan penjelasan tentang pengampunan melalui sebuah perumpamaan. Seperti seorang raja yang membebaskan hambanya dari hutang-hutangnya karena ia memintanya; namun sayangnya hamba itu tidak berbuat hal yang sama kepada temannya yang “hanya sedikit” hutangnya. Maka raja itu murka dan menyerahkan hamba yang tidak tahu berterimakasih itu kepada para algojo-algojo sampai ia melunasi hutang-hutangnya. “Maka Bapaku yang di sorga– firman Tuhan Yesus – akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hati. Saya - pada hari ini - mau menegaskan kepada saudara-saudaraku kekasih, memang ini yang diminta Tuhan Yesus dari kita yang sudah menjadi muridNya dan ingin menjadi pengikutNya: “Hendaklah engkau sempurna seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna.” (Matius 5:48). Termasuk di dalamnya adalah “sanggup” mengampuni seperti Bapa yang di sorga; cinta Bapa itu digambarkan dengan sangat indah oleh penginjil Lukas dalam Injilnya bab 15, tentang “Bapa yang baik” yang menerima kembali anak bungsunya yang telah durhaka kepadanya. Tidak ada kata tidak bisa untuk menerima orang yang berbuat dosa kepada kita, selama orang itu mau bertobat.
Saudara-saudari terkasih,
Tentu kita semua masih ingat akan apa yang sudah diteladankan oleh orang kudus abad ini, yaitu Bapa Suci Santo Yohanes Paulus II; beliau nyaris meregang nyawa karena percobaan pembunuhan yang dilakukan oleh Ali Agca Mehmed. Mehmed memang di penjara atas perbuatannya itu; namun lihatlah betapa mulia jiwa suci santo Bapa ini: Beliau mendatangi Ali ke penjara di mana ia ditahan; mereka bercakap-cakap dari hati ke hati dan beliau mengampuni Ali atas percobaan pembunuhan yang telah dilakukannya. Bukan peristiwa pembunuhan Paus itu yang diingat orang, melainkan “teladan pengampunan” bapa suci itu yang terus menggema; saya hari ini mengingatkan kembali kepadamu. Teladan suci sudah diberikan oleh Paus kita yang tulus hati, kita bisa mencontoh dia; namun dia – bapa suci itu – telah mengingatkan kita pada sang firman untuk mengasihi semua orang, juga orang yang memusuhi kita. Tuhan Yesus menegaskan juga begini: “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” (Matius 5:43-44). Inilah inti dari ajaran Yesus: mengasihi seperti Bapa di sorga yang menurunkan hujan dan memberikan panas untuk orang benar maupun orang yang tidak benar. Allah itu adalah Kasih. Jadi kalau kita adalah anak Allah, kita juga harus mengasihi seperti Allah juga.
REFLEKSI:
Apakah aku siap mengampuni dengan tulus hati seperti Tuhan menngampuni aku?
MARILAH KITA BERDOA:
Bapa, yang Mahabaik, Tuhan Yesus menuntut kami untuk menunjukkan identitas kami seperti kesempurnaan Bapa, yang harus bisa mengampuni dengan tulus dan tanpa syarat. Bantulah kami untuk bisa melakukannya. Demi Kristus, Tuhan kami, Amin.