Broadcast
Atas Nama Bapa, Putra dan Roh Kudus

BAGAIMANA MENYIKAPI NAFSU PENGHAKIMAN?

BC - 11191L | Senin, 27 Maret 2023

Bacaan Hari ini:

Dan13:15-17,19-30,33-62Yos.8:1-11

…. Tetapi Yesus membungkuk, lalu menulis dengan jariNya di tanah. Dan ketika mereka terus menerus bertanya kepadaNya, Ia pun bangkit berdiri, lalu berkata kepada mereka: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melempar batu kepada perempuan itu.”    
Yohanes 8: 6b - 7

† Dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Amin.
Saudara-saudari terkasih dalam nama Tuhan Yesus Kristus.

Saat pagi-pagi benar, Yesus berada lagi di Bait Allah, dan seluruh rakyat datang kepadaNya. Ia duduk dan mengajar mereka. Maka ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi membawa kepadaNya seorang perempuan, yang kedapatan berbuat zinah. Mereka menempatkan perempuan itu di tenagh-tengah, lalu berkata kepada Yesus: “Rabi, perempuan ini tertangkap basah ketika ia sedang berbuat zinah. Musa, dalam hukum Taurat, memerintahkan kita untuk melempari perempuan-perempuan yang demikian. Apakah pendapatmu tentang hal itu?” Mereka mengatakan hal itu untuk mencobai Dia, supaya mereka memperoleh sesuatu untuk menyalahkanNya. Tetapi Yesus membungkuk, lalu menulis dengan jariNya di tanah. Dan ketika mereka terus menerus bertanya kepadaNya, Ia pun bangkit berdiri, lalu berkata kepada mereka: “Barangsiapa di antara kamu tidak berdosa, hendaklah ia yang pertama melempar batu kepada perempuan itu.”  

Saudara-saudari terkasih.

Para ahli Taurat dan orang Farisi tidak menyukai Yesus. Perasaan tidak suka itu begitu mendalam, sehingga apa pun perkataan dan tindakan Yesus selalu saja menimbulkan kebencian di hati mereka. Sehari sebelumnya, mereka memerintahkan penjaga untuk menangkap Yesus, namun tidak ada seorang pun penjaga yang beranti menyentuh Dia. Maka pada keesokan harinya, mereka sendiri yang berupaya langsung untuk menjerat Yesus, yaitu dengan cara membawa seorang perempuan yang berzinah. Ada bertumpuk-tumpuk nafsu penghakiman dalam diri mereka. Menghadapi desakan nafsu penghakiman tersebut, Yesus menyikapinya dengan menciptakan jeda. Ia tidak reaktif menjawab pertanyaan mereka, melainkan membungkuk dan menulis dengan jariNya di tanah. Ketika desakan nafsu semakin besar, Yesus dengan tenang mengajukan pernyataan reflektif, yang membuat mereka berpikir ulang dan langsung menemukan kebenaran mutlak.                                                 

Saudara-saudari terkasih.
Adalah seorang jenderal berbintang dua yang membunuh seorang ajudannya. Pembunuhan terencana itu kemudian ditutup-tutupi dengan cara menghilangkan rekaman CCTV di rumah dinas, mengarang skenario palsu dari kejadian meninggalnya ajudan, memerintahkan para anak buahnya untuk berkomplot melindungi perbuatannya, serta meminta beberapa koleganya juga turut mendukung dia. Namun keluarga ajudan merasa curiga dan mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Hal ini membuat salah satu anak buah, yang menembak langsung rekannya sesama ajudan sesuai perintah jenderal, menjadi panik. Ia lalu mengakui kesalahannya dan menguak peristiwa kejahatan yang terjadi. Persidangan kasus ini berjalan lebih dari enam bulan. Meski semula para pelaku memberi kesaksian palsu, lalu mengkambinghitamkan sang ajudan yang mengakui kesalahan dan menguak kasus itu, namun pada akhirnya fakta dapat dikuak, dan pelaku menerima hukuman.     

Saudara-saudari terkasih.
Sejak awal mengetahui kejahatan yang terjadi, sebagian besar masyarakat merasa kecewa, tidak suka, dan marah kepada pelaku. Bagaimana tidak? Seorang jenderal, yang dipercaya untuk mengawasi perilaku para polisi, malah ia sendiri yang melakukan pembunuhan terencana! Dan saat kejahatannya terkuak, ia tidak menyesal dan mengakui, tapi membela diri dan mengkambinghitamkan anak buahnya yang terbuka. Tidak ada lagi integritas dari seorang pemimpin yang tersisa! Jujur, reaksi emosi yang muncul hanyalah yang negatif, atau maksimal netral - alias tidak peduli. Tidak ada sepercik pun emosi positif yang mendukung. Meskipun demikian, seiring waktu berjalan, mengamati proses persidangan yang cenderung menghormati berbagai pihak dan tidak main hakim sendiri, intensitas emosi negatif pun reda. Gagasan belas kasih dan memaklumi mulai menjadi wacana, baik terhadap pelaku kejahatan, maupun kepada keluarga korban. Kita memahami keinginan ibu korban agar pembunuh anaknya dihukum seberat-beratnya. Kita juga mengerti pertimbangan dari hukuman yang diajukan jaksa penuntut berdasarkan fakta. Tata cara pengadilan masih terus bergulir. Kita dapat berharap, desakan penghakiman akibat luka akan beralih menjadi belas kasihan dari Tuhan.         


REFLEKSI:
Maukah saya diam berjeda, dan pelan-pelan mengendurkan nafsu penghakiman?     

MARILAH KITA BERDOA:
Tuhan Yesus, terima kasih, atas teladan sikapMu dalam menghadapi desakan nafsu penghakiman. Kami sadar, masih sering kali bersikap reaktif mengikuti penghakiman dari pikiran kami sendiri. Kami belum cukup menaruh hormat atas rahmat peristiwa yang Allah beri. Bimbing kami untuk membungkuk dan menenangkan diri. Kami percaya, belas kasihMu akan hadir menuntun langkah kami. Amin.