Bacaan Hari ini:
Yer.23-5-8
Mat.1:18-24
“Pada waktu Maria, IbuNya bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri. Karena Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam.”
Matius 1:18b-19
Saudara-saudari terkasih,
Matius, penginjil, tidak menulis apa yang keluar dari mulut Yusuf oleh ketetapan Allah yang harus diterimanya itu. Bahkan dalam seluruh Injil suci yang sampai kepada kita hari ini, tidak satu kata pun yang keluar dari mulut Yusuf yang dicatat oleh penginjil suci. Sosok pemuda saleh, ayah angkat Yesus adalah seorang yang boleh dikatan “orang anawim”, yaitu orang-orang yang taat kepada kehendak Allah; namun dia beda dari Maria, yang bertanya ketika tidak mengerti. Yusuf beda. Ia tidak punya pertanyaan, dia percaya saja. Ia mempersilahkan Allah bertindak seturut kehendaknya dalam kehidupannya yang diberkati Allah. Allah, melalui malaikatnya menyapa dia dalam mimpi, dan ia menerima menjadi ayah yang memberi nama putera angkatnya itu “Yesus”. Juga ketika Yesus terancam jiwanya dari kekejaman Herodes yang hendak membunuh anaknya itu, karena diperintahkan dalam mimpi untuk mengungsi ke Mesir, Yusuf melaksanakannya. Lagi-lagi tidak ada pertanyaan dari mulutnya tentang apa yang dikehendaki Allah supaya dilakukannya. Pria ini sungguh istimewa.
Saudara-saudari terkasih,
Sebagai orang katolik, kita sudah terbiasa untuk memberikan penghormatan kepada Bunda Yesus, Santa Perawan Maria; tetapi siapakah yang meluangkan waktu untuk berdoa secara khusus kepada santo Yusuf. Jujur, saya juga sering melupakan beliau, kecuali menambahkan rumus doa seperti ini: Yesus, Maria dan Yusuf, doakanlah kami. Tetapi berdoa kepada santo Yusuf, saya jarang ingat. Semoga saudara-saudariku yang sedang mendengarkan renungan hari ini, tidak seperti saya. Sesungguhnya kita bisa belajar banyak dari seorang santo Yusuf. Satu di antaranya adalah “ketulusan hatinya”. Tidak mudah menemukan orang yang tulus hatinya seperti santo Yusuf ini. Orang yang tulus melakukan apa saja tanpa beban, tanpa banyak bertanya, tanpa mengharapkan pujian apalagi imbalan. Orang seperti santo Yusuf ini adalah orang yang dibutuhkan oleh Allah untuk mendampingi Bunda Maria dan menjaga AnakNya, Yesus. Tuhan tentu saja tidak salah telah memantapkan pilihanNya kepada Yusuf menjadi ayah pemelihara Yesus.Sedemikian tulusnya seorang Yusuf, sampai para penginjil suci tidak sempat “merekam” apa yang pernah dikatakannya. Yusuf tidak bisu, dia orang normal. Yusuf terlalu sukar dikutip kata-katanya: bagaimana ia berkata kepada Maria atau cara dia mendidik dan menasehati Yesus. Tetapi Yusuf itu setia, mendampingi Maria dan Yesus. Kata Maria: “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian terhadap kami. BapaMu dan aku dengan cemas mencari Engkau?” Yusuf peduli pada anaknya, Yesus.
Saudara-saudari terkasih,
Sebagai orang-orang kristiani, terkadang kita terlalu banyak berkata-kata, bertanya dan mempersoalkan banyak hal, termasuk iman kita. Kaum teolog mempersoalkan dan merefleksikan iman kekatolikan kita. Tidak banyak orang yang “bisa” diam, mendengarkan dengan baik dan berkata “amin”. Iman itu memang harus dipertanggungjawabkan, tetapi iman itu juga buah dari kontemplasi, memandang Allah dan mendengarkan apa yang menjadi kehendak Allah dalam hidup kita. Ada orang yang berkata “saya tidak bisa berdoa seperti bapak atau ibu itu!’ Tetapi apakah kita sudah ,menyediakan waktu untuk diam di hadapan Tuhan dan berkata: “Bersabdalah, ya Tuhan, hambaMu mendengarkan!” Siapakah di antara kita meluangkan waktu membaca firman dan mengunyahnya dalam keheningan hati dan membiarkan Tuhan berbicara kepada kita. Doa itu tidak sama dengan banyaknya kata-kata yang kita ucapkan, melainkn terlebih-lebih dan terutama mendengarkan Tuhan menyentuh hati kita dan menyadari apa yang harus kita perbuat. Ya, persis seperti Yusuf, ia mendengarkan yang diperintahkan Allah melalui malaikatnya; ia taat dengan sempurna dan Allah berkenan kepadanya. Kita perlu belajar dari Yusuf hari ini. Mendengarkan.
REFLEKSI:
Apakah aku sudah meluangkan waktu untuk mendengarkan Allah dalam hatiku?
MARILAH KITA BERDOA:
Bapa, yang Mahabaik, berilah kami kerendahan dan ketulusan hati Bapa Yusuf untuk bisa menemukan kehendakMu dalam hidup kami. Bersabdalah ya Tuhan dan tunjukkan jalan yang harus kami tempuh. Demi Kristus, Tuhan kami. Amin.