Broadcast
Atas Nama Bapa, Putra dan Roh Kudus

BAGAIMANA CARA BERSYUKUR?

BC - 12121L | Sunday, 12 October 2025

Bacaan Hari ini:
2 Raj.5:14-17
2 Tim.2:8-13
Luk.17:11-19

Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh dan berteriak: "Yesus, Guru, kasihanilah kami!" Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Dia itu adalah seorang Samaria.               
Lukas 17: 12 – 13 & 15 - 16

† Dalam nama Bapa dan Putera dan Roh Kudus. Amin.
Saudara-saudari terkasih dalam nama Tuhan Yesus Kristus.
Dalam perjalanan-Nya ke Yerusalem Yesus menyusur perbatasan Samaria dan Galilea. Ketika Ia memasuki suatu desa datanglah sepuluh orang kusta menemui Dia. Mereka tinggal berdiri agak jauh dan berteriak: "Yesus, Guru, kasihanilah kami!" Lalu Ia memandang mereka dan berkata: "Pergilah, perlihatkanlah dirimu kepada imam-imam." Dan sementara mereka di tengah jalan mereka menjadi tahir. Seorang dari mereka, ketika melihat bahwa ia telah sembuh, kembali sambil memuliakan Allah dengan suara nyaring, lalu tersungkur di depan kaki Yesus dan mengucap syukur kepada-Nya. Orang itu adalah seorang Samaria. Lalu Yesus berkata: "Bukankah kesepuluh orang tadi semuanya telah menjadi tahir? Di manakah yang sembilan orang itu? Tidak adakah di antara mereka yang kembali untuk memuliakan Allah selain dari pada orang asing ini?" Lalu Ia berkata kepada orang itu: "Berdirilah dan pergilah, imanmu telah menyelamatkan engkau."

Saudara-saudari terkasih.
Penyakit kusta adalah penyakit yang sangat ditakuti. Selain menyebabkan penderitaan fisik, penderitanya juga dianggap najis secara agama dan harus diasingkan dari masyarakat. Mereka dilarang berinteraksi dengan orang lain dan harus memberitahukan kehadiran mereka agar tidak mendekat. Walaupun  dalam kondisi sakit fisik dan sosial, kesepuluh orang kusta itu menunjukkan ketaatan dan iman mereka dengan menghampiri Yesus yang memasuki desa secara berdiri agak jauh, lalu berteriak meminta belas kasihan. Kemudian, ketika Yesus menyuruh mereka pergi menemui imam, mereka langsung taat meskipun secara fisik mereka masih sakit. Mereka tidak menunggu sampai sembuh, tetapi langsung menjalankan perintah Yesus. Mujizat kesembuhan terjadi selama perjalanan mereka karena iman yang diikuti dengan perbuatan atau tindakan taat.

Saudara-saudari terkasih.
Dari sepuluh orang yang sembuh, hanya satu yang kembali untuk berterima kasih—yaitu orang Samaria. Sembilan orang lainnya yang adalah orang Yahudi, tidak kembali. Yesus menyoroti hal ini dengan pertanyaan-Nya: "Di manakah yang sembilan orang itu?" Bagi Yesus, bersyukur atas berkat yang diterima adalah hal yang sangat berharga, jauh lebih berharga daripada sekadar mendapatkan berkat itu sendiri. Rasa syukur yang tulus tidak hanya datang dari mulut, tetapi juga dari hati yang kembali kepada-Nya, seperti orang Samaria yang kembali kepada Yesus untuk berterima kasih. Tanggapan Yesus perihal iman yang menyelamatkan menegaskan bahwa kasih dan keselamatan-Nya tidak terbatas pada satu kelompok atau ras tertentu. Tuhan memandang hati setiap orang, dan iman seseorang tidak ditentukan oleh asal-usulnya. Kisah ini menjadi kritik bagi orang-orang Yahudi ataupun kita sendiri yang merasa jadi anak-anak Allah dan lebih berhak untuk mendapatkan belas kasihan Allah Bapa, tetapi justru lalai dalam hal berterima kasih.

Saudara-saudari terkasih.
Adalah seorang ibu yang melakukan kekerasan saat mengasuh anaknya. Walaupun ia sudah mengikuti serangkaian sesi konseling maupun sesi modifikasi perilaku selama 3 – 4 tahun, namun tindakan kekerasannya terus berulang. Sampai pada satu titik, ia 100% menyerah. Alih-alih menyesali dan memperbaiki niat, ia memilih pasrah. Secara bulat, ia mengakui dirinya adalah pendosa. Ia juga menyatakan rasa tidak berdayanya untuk melakukan perubahan karena tahu hasilnya pasti akan kembali sama dan sia-sia saja. Dan mukjizatNya pun hadir. Manakala ibu 100% menyerahkan dirinya yang berdosa ke hadirat Allah, ia melihat setitik cerah di atas lubang, dan dengan ringan ia seperti diangkat ke atas dari dasar lubang nan dalam. Semenjak itu, perilaku ibu mengalami perubahan. Ia tidak lagi memaksakan keinginannya untuk dituruti oleh anak, sehingga tidak lagi frustasi dan marah membabi buta. Saat ini, ia diberi kesempatan untuk menekuni latihan rohani untuk melepaskan diri dari hawa nafsu dan kelekatan tidak teratur di dalam komunitas, agar dapat membagikan pengalaman hidupnya kepada sesama.


REFLEKSI:
Dari berkat yang telah kita terima, seberapa sering kita benar-benar kembali untuk bersyukur dan memuliakan-Nya, alih-alih hanya melanjutkan hidup kita sendiri?  

MARILAH KITA BERDOA:
Yesus, kami akui, tak pantas kami menerima rahmat hidup yang baru, karena kami sudah menyia-nyiakan anugerahMu. Sesungguhnya, kami merasa bersyukur saat menerima berkatMu, walau kami sering kali lupa untuk kembali bersyukur dan hanya fokus terus pada kepentingan diri sendiri. Bimbinglah agar seluruh hidup kami menjadi persembahan syukur yang nyata di hadapan-Mu. Amin.